Beranda | Artikel
Ringkasan Fiqih Jual Beli
Sabtu, 23 Februari 2013

Definisi Al Bai’ (jual beli)

Secara etimologi adalah mengambil dan memberikan sesuatu. Adapun secara istilah syari’at yaitu : “menukar harta walaupun dalam tanggungan atau dengan manfaat yang mubah bukan ketika dibutuhkan dengan yang semisal, untuk dimiliki selama-lamanya bukan riba bukan pula hutang piutang”.

Penjelasan definisi

(menukar harta) yang dimaksud dengan harta disini adalah setiap benda yang mubah dimanfaatkan bukan dalam keadaan hajat seperti emas, perak, gandum, kurma, garam, kendaraan, bejana, harta diam dan lain-lain.

(walaupun dalam tanggungan) maknanya bahwa ‘aqad terkadang terjadi dengan sesuatu yang tertentu dan terkadang dengan sesuatu yang dalam tanggungan. Contoh bila engkau berkata :” Aku beli bukumu dengan bukuku ini “. Ini dengan sesuatu tertentu. Tapi bila engkau berkata :” Aku beli bukumu dengan harga sepuluh ribu “. Maka ini dengan sesuatu dalam tanggungan. Masuk pula dalam definisi ini menjual sesuatu dalam tanggungan dengan sesuatu dalam tanggungan seperti engkau berkata :” Aku beli gula satu kilo dengan harga sepuluh ribu “. Lalu si pedagang pergi untuk menakar gula, dan engkau mengambil uang dari saku dan membayarnya.

(atau dengan manfaat yang mubah) maknanya atau menukar harta dengan manfaat yang mubah, seperti membeli manfaat jalan setapak milik orang lain untuk lalu lalang. Keluar dari definisi ini manfaat yang haram seperti alat alat musik dan sebagainya.

(bukan ketika dibutuhkan) keluar darinya barang yang boleh dimanfaatkan ketika dibutuhkan, seperti boleh makan bangkai ketika kelaparan, maka bangkai haram diperjual belikan karena manfaatnya mubah ketika dibutuhkan saja.

(dengan yang semisal) maknanya menukar uang walaupun dalam tanggungan atau dengan manfaat yang seharga dengannya.

(untuk dimiliki selama-lamanya) keluar darinya kontrakan, dan rental.

(bukan riba bukan pula hutang piutang) karena keduanya tidak disebut jual beli walaupun terdapat padanya menukar harta.

Rukun jual beli ada lima : penjual dan pembeli, barang yang diperjual belikan, harga dan ijab qobul.

Lafadz ijab qobul.

Paraulama berbeda pendapat mengenai lafadz ijab qobul, sebagian ulama ada yang mensyaratkan lafadz-lafadz tertentu dan sebagian ulama ada yang berkata bahwa Seluruh aqad terjadi dengan semua hal yang menunjukkan kepadanya secara ‘uruf . syeikh Ibnu ‘Utsaimin berkata :” inilah yang kuat dan ini pula yang dipilih oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyah, karena mu’amalat berbeda dengan ibadat yang seseorang harus terikat dengannya “. (Syarah mumti’)

Kesimpulannya bahwa ‘aqad ada dua macam : Perkataan dan Perbuatan

Perkataan

Perkataan yaitu dengan ijab dan qobul. Diantara hukumnya adalah qobul boleh diucapkan langsung setelah ijab dan boleh terlambat darinya, akan tetapi dengan syarat :

  1. Masih dalam majlis ‘aqad.
  2. Tidak disibukkan dengan susuatu yang memutusnya.
  3. Qobul harus sesuai dengan ijab dalam jumlah, jenis dan macamnya.

Perbuatan

Perbuatan atau disebut dengan istilah al mu’athoh (saling memberi) dan ini mempunyai tiga bentuk.

  1. Mu’athoh dari penjual dan pembeli.
  2. Dari penjual saja.
  3. Dari pembeli saja.

Syarat syarat jual beli

Syarat-syarat terjadinya akad untuk pelaku jual beli :
a. Jaiz attashorruf yaitu yang memenuhi empat syarat : merdeka, baligh, berakal dan rosyid.

b. Memiliki barang yang ia jual atau yang menggantikannya (wakil, washiy, nadzir dan wali. Syarah mumti’ 144-145).

c. Saling ridlo antara penjual dan pembeli.

Syarat-syarat untuk barang yang diperjual belikan

a. Barangnya harus ada terlihat, dan jelas sifatnya.

b. Mampu diserahkan.

c. Boleh dimanfaatkan selain darurat.

d. Barangnya sudah di qobdl bila membeli dari orang kedua.

e. Barangnya kosong dari hak orang lain

Syarat syarat lainnya :

a. Harganya jelas dan diketahui.

b. Bebas dari penghalang keabsahan yaitu

– adanya ghoror baik ghoror sifat maupun ghoror wujud.

– adanya paksaan.

– waktunya terbatas.

– adanya syarat-syarat yang merusak jual beli.

– adanya riba.

– adanya larangan baik yang kembali kepada dzat jual beli atau syaratnya.

c. Menjadi lazim bila kosong dari khiyar.

Pengertian khiyar dan macam-macamnya

Khiyar artinya mengambil pilihan yang paling baik antara melangsungkan aqad atau tidak. Dan ia ada beberapa macam :

Khiyar Majlis

Yaitu hak memilih dari penjual dan pembeli untuk melangsungkan akad atau tidak, selama tidak berpisah dengan badan mereka secara ‘uruf dimajlis aqad, bila telah berpisah maka jual beli menjadi lazim selama berpisahnya bukan untuk menjatuhkan hak saudaranya. Dan bila keduanya bersepakat untuk tidak ada khiyar maka jual beli menjadi lazim semata-mata dengan ijab qobul.
Dan ia hanya ada pada : jual beli, ijaroh, shorf (money changer), salam dan ash shulhu (perdamaian) yang semakna dengan jual beli seperti ada orang mengakui bila ia mempunyai hutang kepada orang lain seratus sho’ gandum, lalu ia mengadakan sulh dengan membayar seratus dirham. Selain dari itu tidak berlaku khiyar majlis.

Khiyar Syarat

Memberikan syarat untuk khiyar dalam tempo waktu tertentu walaupun panjang. Seperti engkau berkata :” saya akan beli rumah ini dengan syarat ada khiyar buat saya selama tiga hari “. Bila telah jatuh tempo ia berkata :” saya minta tambahan waktu tiga hari lagi “. Maka diperbolehkan karena aqad belum terjadi.
Bila telah jatuh tempo maka jual beli menjadi lazim dan bila keduanya bersepakat untuk memutuskan khiyar maka batallah khiyar, contoh bila engkau berkata :” saya membeli rumah ini dengan syarat khiyar selama sebulan, ditengah bulan saya berkata :” bagaimana bila kita putuskan khiyar agar saya bisa mempergunakannya dengan bebas “.

Dan ia berlaku pada : jual beli, ash shulhu yang semakna dengan jual beli dan ijaroh dalam tanggungan seperti engkau datang kepada penjahit dan berkata :” tolong jahitkan baju ini dengan harga 20.000, lalu penjahit berkata :” dengan syarat ada khiyar selama dua hari.

Selama dalam tempo penungguan barang tersebut maka ia milik pembeli demikian pula hasilnya, alasannya karena bila terjadi kerusakan selama dalam tempo tersebut maka pembelilah yang menanggungnya dan yang menanggung mendapatkan hasilnya pula (Al Khoroj bidloman), akan tetapi tidak boleh menggunakan barang tersebut bagi penjual atau pembeli kecuali dengan idzin temannya kecuali untuk mencobanya.

Dan bila pembeli menggunakannya maka batallah khiyar, dan bila penjual yang menggunakan maka tidak batal kecuali khiyar itu husus untuk penjual saja tanpa pembeli, seperti budi menjual rumahnya kepada ali, lalu budi berkata :” saya mempunyai khiyar selama sebulan, di pertengahan bulan budi menjualnya kepada orang lain. Demikian pula batal khiyarnya bila salah satu dari keduanya wafat.

Khiyar Ghobin

Khiyar akibat tertipu pada barang maupun harga dengan berlebihan. Madzhab Ahmad menyatakan bahwa khiyar ini berlaku pada tiga keadaan yaitu dalam talaqqi rukban, tambahan dari an najisy, dan al mustarsil yaitu orang yang tidak tahu harga. Selebih dari itu terjadi khilaf.
khiyar tadlis yaitu memperlihatkan kebagusan barang padahal tidak demikian. Seperti kambing mushorroh (yang diikat putingnya agar terlihat banyak susunya.
khiyar aib yaitu khiyar akibat adanya aib yang mengurangi harga barang.
bila pembeli mengetahui adanya aib setelah pembelian maka boleh ia mengembalikannya, bila tidak memungkinkan maka wajib dibayar arisy (nisbat antara harga selamat dengan harganya ketika beraib) contoh hp dipasaran harganya satu juta di jual dengan harga lima ratus ribu, kemudian setelah itu ditemukan padanya aib, setelah diperkirakan pada ahlinya maka hp tersebut berkurang harganya dipasaran menjadi 800 ribu maka penghitungannya sbb : 1 juta – 800 ribu = 200 ribu dan jumlah ini 1/5 dari 1 juta, maka penggantian arisy adalah 1/5 x 500 ribu = 100.000 rupiah.

Akan tetapi bila menyebabkan jatuh kepada riba maka wajib dikembalikan dan haram arisy, seperti seseorang yang menjual perhiasan dari emas kemudian ditemukan padanya aib, maka wajib dikembalikan karena pembayaran arisy akan menyebabkan jatuh kepada riba.

Bila membeli barang yang tidak mungkin diketahui aibnya seperti kelapa, setelah dibelah ternyata busuk, bila tidak dikembalikan maka ia boleh mendapat arisynya dan bila dikembalikan maka ia wajib mengganti arisy kerugian membelah kelapa tersebut. Dan bila berupa telur maka wajib dikembalikan.

Apabila pembeli dan penjual berselisih pada siapa terjadi aib, dan tidak ada qorinah yang menguatkan salah satunya maka perkataan penjuallah yang diterima berdasarkan hadits :” Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual “. (dishohihkan oleh Al Bani dalam al irwa no 1322) akan tetapi harus disertai dengan sumpah sebagaimana dalam hadits :” Al Bayyinah untuk pengklaim dan sumpah untuk yang tertuduh “. (Muttafaq ‘alaih).

Khiyar Attakhbir Bitsaman,

Khiyar akibat penjual mengabarkan bahwa modalnya 100 ribu kemudian diketahui bahwa modalnya hanya 80 ribu, akan tetapi sebagian ulama ada yang menolak khiyar ini dan mengatakan bahwa tidak ada khiyar pada waktu itu, yang wajib adalah hanya mengurangi harga yang berlebihan tersebut.
khiyar akibat perselisihan antara penjual dan pembeli dalam harga atau barangnya dan tidak ada bukti sama sekali, maka keduanya saling bersumpah kemudian memfasakh jual belinya bila tidak rela kepada perkataan temannya.
khiyar akibat perubahan sifat barang sebelum aqad. Yaitu seorang pembeli membeli sesuatu atas dasar penglihatannya terdahulu, kemudian didapatinya barang tersebut berubah pada saat aqad.

(Lanjut…. Hal. 2)


Artikel asli: https://cintasunnah.com/ringkasan-fiqih-jual-beli/